Pendidikan
merupakan proses yang terus menerus, tidak berhenti. Di dalam proses pendidikan
ini, keluhuran martabat manusia dipegang erat karena manusia (yang terlibat
dalam pendidikan ini) adalah subyek dari pendidikan, maka dituntut suatu
tanggung jawab agar tercapai suatu hasil pendidikan yang baik. Jika
memperhatikan bahwa manusia itu sebagai subyek dan pendidikan meletakkan
hakikat manusia pada hal yang terpenting, maka perlu diperhatikan juga masalah
otonomi pribadi. Maksudnya adalah, manusia sebagai subyek pendidikan harus
bebas untuk “ada” sebagai dirinya yaitu manusia yang berpribadi, yang bertanggung
jawab.
Hasil
dari pendidikan tersebut yang jelas adalah adanya perubahan pada subyek-subyek
pendidikan itu sendiri. Katakanlah dengan bahasa yang sederhana demikian, ada
perubahan dari tidak bisa menjadi bisa, dari tidak mengerti menjadi mengerti.
Tetapi perubahan-perubahan yang terjadi setelah proses pendidikan itu tentu
saja tidak sesempit itu. Karena perubahan-perubahan itu menyangkut aspek
perkembangan jasmani dan rohani juga.
Melalui
pendidikan manusia menyadari hakikat dan martabatnya di dalam relasinya yang
tak terpisahkan dengan alam lingkungannya dan sesamanya. Itu berarti,
pendidikan sebenarnya mengarahkan manusia menjadi insan yang sadar diri dan
sadar lingkungan. Dari kesadarannya itu mampu memperbarui diri dan
lingkungannya tanpa kehilangan kepribadian.hal yang harus dikemukakan dalam
pendidikan yaitu :
2.1 Pengertian Sistem Pendidikan
Nasional
Penjelasan
pertama yakni mengenai sistem,sistem adalah perangkat unsur yang secara teratur
saling berkaitan sehingga membentuk suatu totalitas. Sistem adalah suatu
himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan, yang tergabung
menjadi suatu keseluruhan. Jadi, sederhananya sistem adalah satu kesatuan yang
utuh dan menyeluruh yang saling bertautan dan berhubungan yang memuat suatu
himpunan gagasan atau prinsip-prinsip yang saling bertautan..
§ Pengertian
Sistem Pendidikan menurut para ahli :
v Menurut Pasaribu & Simandjuntak (1982), sistem
adalah suatu kesatuan yang terorganisir yang terdiri atas sejumlah komponen
yang saling berhubungan satu sama lain dalam rangka mencapai tujuan yang
diinginkan. Pendidikan adalah suatu psroses dimana manusia membina perkembangan
manusia lainnya secara sadar dan sisitematis. Dengan pembinaan itu sipembina
membantu yang dibina agar cakap menyelesaikan hidupnya atas tanggung jawab sendiri. Nasional adalah sikap mental
yan diterima bagi seluruh golongan diseluruh wilayah Indonesia atas dasar Pancasila, Undang Undang Dasar
1945. Berdasarkan pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa sistem pendidikan
nasional adalah sistem pendidikan yang berterima bagi seluruh rakyat Indonesia
yang mendasarkan diri pada Pancasila, Undang-Undang 1945.
v Rekohadipradjo
(1989), mengemukakan pendidikan nasional
adalah pendidikan yang khusus ditjukan kepada warga Negara (nasion), nasion
dalam arti bangsa bernegara dan berdaulat. Makna eksistensi warga Negara
(nasion) adalah turut serta mewujudkan apa yang menjadi cita-cita bersama
sebagai nasion.
v Menurut
Tirtarahardja & Sulo (2005) pendidikan nasional adalah pendidikan yang
berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan berdasar kepada pencapaian tujuan
pembangunan nasional Indonesia. Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
merupakan satu keseluruhan yang terpadu dari semua satuan dan kegiatan
pendidikan yang saling berkaitan untuk mengusahakan tercapainya tujuan
pendidikan nasional.
Dari
berbagai pengertian diatas, kesimpulan sederhana mengenai sistem pendidikan
nasional secara filosofis adalah satu kesatuan yang utuh dan menyeluruh yang
saling bertautan dan berhubungan dalam sistem pendidikan nasional untuk
mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
Disamping
itu, fenomena pendidikan nasional mengajak kita juga berbicara mengenai sistem
pendidikan nasional dalam kerangka filsafat pendidikan spekulatif. Kerangka ini
dibutuhkan mengingat problematika pendidikan nasional kita yang lahir dari
‘rahim sejarah’ yang unik. Spekulatif dibutuhkan untuk mempertegas bahwa ‘tak
ada satu pun di dunia ini yang mustahil’, ‘sulit bukan berarti tidak mungkin’,
atau ‘no mission imposible’ dan seterusnya.
§
Pendidikan Nasional sebagai satu sistem
Pendidikan
Nasional jugadapat disebut sebagai satu sistem. Bila pendidikan nasional
dipandang satu sistem maka harus dilihat sebagai suatu totalitas fungsional dan
bertujuan tersusun dari rangkaian unsur,elemen atau komponen-komponen .
Totalitas fungsional dan bertujuan yang dimaksud dalam rangka pembinaan dan
pengembangan bangsa melalui kegiatan atau aktivitas pendidikan. Pendidikan
nasional merupakan salah satu perangkat sIstempembangunan nasional yang menyangkut
seperti :politik , pemerintahan ,ekonomi dan lain-lainnya
Sistem
pendidikan nasional termasuk dalam kategori sIstem buatan manusia, artinya sistem
pendidikan nasional memang lahir dari suatu usaha sadar yang dirancang, diatur
,dan dilaksanakan secara sengaja di dalam rangka mencapai tujuan nasional
pendidikan yang difungsikan sebagai wahana pembinaan dan pengembangan bangsa.
Sistem
pendidikan nasional ,sesuai dengan lingkupnya ,tentu harus bersifat menyeluruh
,semesta dan terpadu membawa implikasi makna kepada :
a)
Terbukanya pendidikan nasional bagi seluruh rakyat
b)
Beragamnya program pendidikan sesuai dengan
kebutuhan pendidikan yang hidup dan berkembang di masyarakat
c)
Terjalinnya totalitas fungsional diantara
komponen-komponen yang beperan di dalam upaya pendidikan bangsa
d)
Fungsionalnya sisitem pendidikan nasional dengan sistem
lainnya dalam mengembangkan bangsa ke arah tujuan nasional kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Hasil
kerja komisi pembaharuan pendidikan nasional merupakan salah satu bahan yang
berharga guna memantapkan konsepsi dari sistem pendidikan yang menyeluruh,
semesta,dan terpadu .maka harus berjaln diatas warna dasar yang menjadi
pandangan,falsafah serta kepribadian hidup bangsa. Bagi bangsa Indonesia warna dasar
tersebut adalah Pancasila.
2.2 Fungsi dan
Tujuan Pendidikan Nasional
·
Fungsi
Pendidikan Nasional
Berdasarkan
Undang-Undang No 20 Tahun 2003, pasal 3, Pendidikan Nasional berfungsi
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
keatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggug
jawab.
·
Tujuan
Pendidikan Nasional
a.
Mencerdaskan kehidupan bangsa, kehidupan bangsa yang cerdas adalah kehidupan
bangsa dalam segala sektornya, politik, ekonomi, keamanan, kesehatan, dan sebagainya,yang
makin menjadi kuat dan berkembang dalam memberikan keadilan dan kemakmuran bagi
setiap warga negara dan negara, Sehingga mampu menghadapi gejolak apapun, baik
yang bersifat domestik maupun internasional.
b. Mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang:
1)
Beriman dan bertakwa kepada tuhan Yang Maha Esa dan berbudi luhur, 2) Memiliki
pengetahuan dan keterampilan,3) Memiliki kesehatan jasmani dan rohani, dan 4)
Memiliki kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab kemasyarakatan
dan kebangsaan.
Hakiki dari fungsi dan tujuan pendidikan nasional ini sebenarnya,
setidak-tidaknya menurut Benyamin Bloom apa yang disebut dengan domain
kognitif, domain afektif, dan domain psikomotor. Ketiga domain inilah
sebenarnya kunci dari keberhasilan pendidikan seperti apa yang tersirat dan
tersurat dalam sistem pendidikan nasional.
Domain “kognitif “
identik dengan fungsi pendidikan dalam kerangka mencerdaskan kehidupan bangsa
dan tujuan pendidikan seperti berilmu dan cakap Karena kognitif itu diartikan
sebagai “pengetahuan”, maka bila siswa telah menyelesaikan suatu proses
pembelajaran, ia akan memiliki kemampuan, murid pandai, cerdas, dan memiliki
wawasan intelektual
Domain “afektif’ seperti
tersirat dalam fungsi pendidikan nasional, membentuk watak serta peradaban
bangsa yang bermartabat dan tujuan pendidikan nasional menjadikan peserta didik
manusia yan beriman dan bertakwa ke[ada Tuhan YME, berakhlak mulia, demokratis
dan bertanggung jawab. Bila si murid telah menyelaikan suatu proses
pembelajaran, maka ada perubahan perilaku si murid. Murid akan melakukan
sesuatu didasarkan atas pikiran dan perilaku mulia, sehingga ia memiliki kepribadian
luhur, memiliki etika moral, dan rasa tanggung jawab.
Domain “psikomotor”
seperti tersirat melalui fungsi dan tujuan pendidikan, ialah mampu mngembangkan
kemampuan, kreatif dan mandiri. Ini berarti bahwa bilamana murid sudah
menyelesaikan suatu proses pembelajaran , maka ia mampu melakukan sesuatu,
menunjukkan sesuatu atas prestasinya dan unjuk kemampuan. Psikomotor itu
sendiri diartikan “keterampilan”, dan membentuk murid-murid yang memiliki jiwa
mandiri, kreatif, sehingga tercipta jiwa kemandirian dan tidak tergantung
semata-mata kepada orang lain.
Dari penjelasan diatas
dapat disimpulkan bahwa dengan berakhirnya suatu proses pembelajaran yang
dilakukan guru, maka murid mampu memahami dan mengetahui apa yang sebelumnya
tidak dipahami dan diketahui. Selanjutnya akan terjadi perubahan perilaku,
kemudian penuh kreatif dan inovatif serta mampu melakukan sesuatu, dan hasil
inilah sebenarnya hakiki dari keberhasilan pendidikan. Jadi, bukan hanya domain
kognitif saja sebagai dasar untuk menentukan indikator keberhasilan pendidikan,
sebagai yang kita pahami selama ini.
2.3 Jalur
Pendidikan di Indonesia
Menurut
UU Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 1, Definisi Pendidikan
adalah sebagai berikut :“Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan
yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.
Sedangkan Jalur Pendidikan dijelaskan dalam Undang-Undang sebagai berikut :
1. UU
Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab I Pasal 1 Ayat 7 : “Jalur pendidikan adalah
wahana yang dilalui peserta didik untuk mengembangkan potensi diri dalam suatu
proses pendidikan yang sesuai dengan tujuan pendidikan.”
2. UU
Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab VI Pasal 1 dan 2Jalur pendidikan terdiri atas
pendidikan formal, nonformal, dan informal yang dapat saling melengkapi dan
memperkaya.Pendidikan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 diselenggarakan dengan
system terbuka melalui tatap muka dan/atau melalui jarak jauh.
3. UU
Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab I Pasal 1 ayat 11 : “Pendidikan formal adalah
jalur pendidikan yang terstruktur dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan
dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi.”
4. UU
Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab I Pasal 1 ayat 12 : “Pendidikan nonformal
adalah jalur pendidikan di luar pendidikan formal yang dapatdilaksanakan secara
terstruktur dan berjenjang.”
5. UU
Sistem Pendidikan No.20 2003 Bab I Pasal 1 ayat 13“Pendidikan informal adalah
jalur pendidikan keluarga dan lingkungan
Bentuk Jalur pendidikan di Indonesia
Ø Pendidikan formal
Pendidikan
formal merupakan pendidikan yang diselenggarakan di sekolah-sekolah pada
umumnya. Jalur pendidikan ini mempunyai jenjang pendidikan yang jelas, mulai
dari pendidikan dasar, pendidikan menengah, sampai pendidikan tinggi.
Ø Pendidikan nonformal
Pendidikan
nonformal paling banyak terdapat pada usia dini, serta pendidikan dasar, adalah
TPA, atau Taman Pendidikan Al Quran,yang banyak terdapat di setiap mesjid dan
Sekolah Minggu, yang terdapat di semua gereja.Selain itu, ada juga berbagai
kursus, diantaranya kursus musik, bimbingan belajar dan sebagainya.
Ø Pendidikan informal
Pendidikan
informal adalah jalur pendidikan keluarga dan lingkungan berbentuk kegiatan
belajar secara mandiri yang dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab.
2.4 Jenjang
Pendidikan di Indonesia
Jenjang
pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat
perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan kemampuan yang
dikembangkan. Pendidikan di Indonesia mengenal tiga jenjang pendidikan, yaitu
pendidikan dasar (SD/MI ) pendidikan menengah pertaman (SLTP/MTs/), pendidikan
menengah Atas (SMU,SMA , SMK), dan
pendidikan tinggi. Meski tidak termasuk dalam jenjang pendidikan, terdapat pula
pendidikan anak usia dini, pendidikan yang diberikan sebelum memasuki
pendidikan dasar.
Pendidikan
Anak Usia Dini
Pendidikan
Anak Usia Dini atau disingkat PAUD adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan perkembangan
jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki pendidikan lebih
lanjut.
Pendidikan
anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan pendidikan yang
menitikberatkan pada peletakkan dasar ke arah pertumbuhan dan perkembangan
fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), kecerdasan (daya pikir, daya cipta,
kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual), sosio emosional (sikap dan perilaku
serta agama) bahasa dan komunikasi, sesuai dengan keunikan dan tahap-tahap
perkembangan yang dilalui oleh anak usia dini.
Ada
dua tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yaitu:
a) Tujuan
pertama : untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak yang
tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga memiliki
kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta mengarungi
kehidupan di masa dewasa.
b) Tujuan kedua : untuk membantu menyiapkan anak
mencapai kesiapan belajar (akademik) di sekolah.
Bentuk Satuan Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut
Pasal 28 Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
bentuk satuan pendidikan anak usia dini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:
v Jalur Pendidikan Formal
Terdiri
atas Taman Kanak-kanak dan Raudlatul Athfal (RA) yang dapat diikuti anak usia
lima tahun keatas. Termasuk di sini adalah Bustanul Athfal (BA).
v Jalur Pendidikan Non Formal
Terdiri
atas Penitipan Anak, Kelompok Bermain dan Satuan PAUD Sejenis. Kelompok Bermain
dapat diikuti anak usia dua tahun keatas, sedangkan Penitipan Anak dan Satuan
PAUD Sejenis diikuti anak sejak lahir, atau usia tiga bulan.
v Jalur Pendidikan Informal
Terdiri
atas pendidikan yang diselenggarakan di keluarga dan di lingkungan. Ini
menunjukkan bahwa pemerintah melindungi hak anak untuk mendapatkan layanan
pendidikan, meskipun mereka tidak masuk ke lembaga pendidikan anak usia dini,
baik formal maupun nonformal.
Taman
Kanak-kanak
|
Usia
|
Kelompok bermain
|
4 tahun
|
Kelompok A
|
5 tahun
|
Kelompok B
|
6 tahun
|
Pendidikan
Dasar
Pendidikan
ini merupakan pendidikan awal selama 6 tahun pertama masa sekolah anak-anak,
yaitu di Sekolah Dasar (SD)). Pada masa ini para siswa mempelajari
bidang-bidang studi antara lain: – Ilmu Pengetahuan Alam – Matematika – Ilmu
Pengetahuan Sosial – Bahasa Indonesia – Bahasa Inggris – Pendidikan Seni –
Pendidikan Olahraga
Di
akhir masa pendidikan di SD, para siswa harus mengikuti dan lulus dari Ujian
Nasional (UN) untuk dapat melanjutkan pendidikannya ke SMP (sekolah menegah
pertama )
Sekolah
Dasar (SD)
|
Usia
|
Kelas 1
|
7 tahun
|
Kelas 2
|
8 tahun
|
Kelas 3
|
9 tahun
|
Kelas 4
|
10 tahun
|
Kelas 5
|
11 tahun
|
Kelas 6
|
12 tahun
|
Pendidikan
Menegah Pertama
Pendidikan
menengah merupakan lanjutan pendidikan dasar, terdiri atas pendidikan menengah pertama.
Pendidikan ini menutun ilmu selama 3 tahun dan termasuk dalam wajib belajar 12
tahun . Pada masa ini para siswa mempelajari bidang-bidang studi antara lain: –
Ilmu Pengetahuan Alam – Matematika – Ilmu Pengetahuan Sosial – Bahasa Indonesia
– Bahasa Inggris – Pendidikan Seni – Pendidikan Olahraga. Dan ditambah dengan
pendidikan informal seperti kegiatan ekstrakulikuler .
Sekolah
menegah pertama
|
Usia
|
Kelas 7
|
13 tahun
|
Kelas 8
|
14 tahun
|
Kelas 9
|
15 tahun
|
Pendidikan
Menengah atas
Pendidikan
menengah merupakan lanjutan pendidikan menengah atas , terdiri atas pendidikan
menengah umum dan pendidikan menengah kejuruan. Pendidikan menengah berbentuk
Sekolah Menengah Atas (SMA), Madrasah Aliyah (MA), Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK), dan Madrasah Aliyah Kejuruan (MAK), atau bentuk lain yang sederajat.Pendidikan
ini menutun selama 3 tahun.
Sekolah
menegah pertama/ kejuruan
|
Usia
|
Kelas 10
|
16 tahun
|
Kelas 11
|
17 tahun
|
Kelas 12
|
18 tahun
|
Pendidikan
tinggi
Pendidikan
tinggi adalah jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah atas Pendidikan tinggi di Indonesia dibagi ke
dalam dua kategori: yakni negeri dan swasta. Kedua-duanya dipandu oleh
Kementerian Pendidikan Nasional. Terdapat beberapa jenis lembaga pendidikan
tinggi; misalnya universitas, sekolah tinggi, institut, akademi, dan politeknik.yang
mencakup program pendidikan diploma, sarjana, magister, doktor, dan spesialis
yang diselenggarakan oleh perguruan tinggi.
Pendidikan
|
Jenjang
menuntut ilmu
|
Hasil
pendidikan
|
Akademi/Institut/Politeknik/Sekolah
tinggi/Universitas
|
Kurang lebih 3 tahun
|
Ahli Madya
|
Akademi/Institut/Politeknik/Sekolah
tinggi/Universitas
|
Kurang lebihselama 4 tahun
|
Sarjana
|
Akademi/Institut/Politeknik/Sekolah
tinggi/Universitas
|
Kurang lebihselama 2 tahun
( golongan berbagai usia )
|
Magister
|
Akademi/Institut/Politeknik/Sekolah
tinggi/Universitas
|
Kurang lebihselama 2 tahun
( golongan berbagai usia )
|
Doktor
|
2.5 Jenis- jenis
Pendidikan di Indonesia
Jenis
pendidikan di Indonesia pada dasarnya bergantung pada kebutuhan pendidikan atau
kebutuhan belajar populasi sasaran, sebab kehadiran jenis pendidikan bermuara
pada kepentingan populasi sasaran dan akan dirasakan sebagai kepentingan
kehidupan. Dalam hal ini jenis pendidikan di Indonesia klasifikasinya
didasarkan pada fungsi pendidikannya.
Jenis – jenis pendidikan di Indonesia
berdasarkan fungsinya :
a.
Pendidikan keaksaraan
Jenis program pendidikan
keaksaraan, berhubungan dengan populasi sasaran yang belum dapat membaca
menulis(juga hitung dan bahasa indonesia elementer). Dulu program ini dikenal
dengan istilah pemberantasan buta huruf (PBH)sekarang,program keaksaraan
tersebut terkenal dengan istilah kursus pengetahuan dasar(KPD).Target
pendidikannya dari program pendidikan keaksaraan ini ialah :Terbebasnya
populasi sasaran dari Buta-Baca,Buta-Tulis, Buta-Bahasa Indonesia dan Buta
pengetahuan umum fungsional bagi kehidupan sehari-hari. Populasi sasaran yang
relevan dengan jenis program ini masih relatif besar di Indonesia,khususnya di
daerah pedesaan(pedesaan sekitar 36% dan perkotaan sekitar 4% dihutung dari
yang berumur 10 tahun keatas).
b.
Pendidikan Vokasional
Jenis program pendidikan
vokasional, berhubungan dengan populasi sasaran yang mempunyai handicap (hambatan)didalam
pengetahuan dan keterampilannya guna kepentingan bekerja atau mencari penghasilan-nafkah.
Didalam masyarakat jenis program ini banyak sekali berkembang,yaitu berwujud
kursus-kursus keterampilan,seperti : kursus montir,mengetik,jahit-menjahit,
pertukangan dan sebagainya. Jenis program ini bisa dikatakan dengan jenis
pendidikan keterampilan atau latian kejurusan. Target pendidikannya dari jenis
program pendidikan vokasional ini ialah :terbatasnya populasi sasarandari
ketidakmampuannya atau kekurangan didalam pekerjaan-pekerjaan teknis yang
sedang atau akan dimasukinya. Pendidikan kembali di dalam jabatan,jadi bersifat
penyegaran,kalau itu berkaitan dengan soal-soal vokasional-teknis,maka dapat
juga dikatagorikan dengan jenis program vokasional. Populasi sasaran yang
relevan dengan jenis program vokasional ini rasanya cukup besar,sebab
tenaga-tenaga kerja yang telah berada bosnya masing-masing,sebagian besar masih
terasa perlu ditingkat kemampuannya,disamping itu angkatan kerja baru tidak
sedikit jumlahnya yang tidak atau kurang memiliki bekal keterampilan sebagai
persiapan bekerja.belum lagi,kemungkinan melayani tenaga kerja yang ingin
beralih bidang kerja atau membuka lapangan kerja sambilan.bukankah semua itu
perlu dilayani?
c.
Pendidikan Kader
Jenis program pendidikan
kader berhubungan dengan populasi sasaran yang sedang atau bakal memangku
jabatan kepemimpinan atau pengelola dari suatu bidang usaha di masyarakat,baik
di bidang sosial-ekonomi maupun sosial-budaya. Jenis pendidikan ini diperlukan
karena maju mundurnya suatu kelompok usaha dimasyarakat
(badan,lembaga,yayasan,organisasi) dengan kenyataannya banyak bergantung pada
kemampuan dan cirimentalitas dari para pemimpinan atau pengelolanya,sebab
pemimpin atau pengelola itulah yang menjadi motor dari maju mundurnya suatu
kelompok usaha di masyarakat dengan demikian,jenis pendidikan kader tersebut
berurusan dengan soal-soal kepemimpinan dan pengelolaan,bukan saja berhubungan
dengan aspek kemampuan teknis,tetapi juga menyentuh aspek-aspek
keperibadiaan.dari jenis pendidikan ini diharapakan lahir tokohatau kader
pemimpin dan pengelola dari kelompok-kelompok usaha yang disebar
ditengah-tengah masyarakat. Memberikan istilah kepemimpinan atau pengelolaan
kepada pengerus koperasi atau organisasi
pemuda misalnya,bisa digolongkan kedalam jenis pendidikan kader.
d.
Pendidikan Umum dan Penyuluhan
Jenis program pendidikan umu
dan penyuluhan, berhubungan dengan variabel populasi sasaran,target
pendidikannya terbatas pada pemahaman dan menjadi lebih sadarterhadap sesuatu
hal. Lingkup geraknya bisa sangat luas, mulai dari sosial keagaman,kenegaraan kesehatan,hukum
dan sebagai nya luas dan tingkatan pengetahuan yang diperlukan pada dasarnya
bergantung pada variabel-variabel dari populasi sasaran fungsi mas media selama
ini,juga pengajian-pengajian, serta penyeluhan-penyuluhannya. Kesemuanya
temasuk dalam katagori pendidikan umum dan penyuluhan.istilah pendidikan umum
dan penyuluhan”disatukan” sebab isinya dapat dikatagorikan umum,sedang
maksudnya supaya populasi sasaran menjadi mengerti dan menjadi sadar menjadi
termotifasi.
e.
Pendidikan penyegaran jiwa-raga.
Jenis pendidikan
ini,berkaitan dengan pengisian waktu luang, pengembangan minat atau bakat serta
hobi. Bentuknya bisa macam – macam, antara lain berupa aktifitas olah-raga dan
seni. Di luar aktifitas olah-raga dan seni misalnya, kemah,rekreasi,pendakian
gunung, dan sebagainya. Program ini tidak hanya penting bgi para remaja dan
anak-anak, tetapi juga bari para orang dewasa. Variabel populasi sasaran bisa
jadi memberi warna yang menentukan terhadap
bentuk-bentuk aktifitas yang digemarinya, hal tersebut perlu
diidentifikasi untuk selanjutnya dijadikan bahan pengembangan.
2.6 Masalah-masalah
yang ada pada Pendidikan Nasional
Mengenai
masalah pendidikan, perhatian pemerintah kita masih terasa sangat minim.
Gambaran ini tercermin dari beragamnya masalah pendidikan yang makin rumit.
Kualitas siswa masih rendah, pengajar kurang profesional, biaya pendidikan yang
mahal, bahkan aturan UU pendidikan kacau. Dampak dari pendidikan yang buruk
itu, negeri kita kedepannya makin terpuruk. Keterpurukan ini dapat juga akibat
dari kecilnya rata-rata alokasi anggaran pendidikan baik di tingkat nasional,
provinsi, maupun kota dan kabupaten.
Penyelesaian
masalah pendidikan tidak semestinya dilakukan secara terpisah-pisah, tetapi
harus ditempuh langkah atau tindakan yang sifatnya menyeluruh. Artinya, kita
tidak hanya memperhatikan kepada kenaikkan anggaran saja. Sebab percuma saja,
jika kualitas sumber daya manusia dan mutu pendidikan di Indonesia masih
rendah. Masalah penyelenggaraan wajib belajar dua belas tahun sejatinya masih menjadi
permasalahan besar bagi kita. Kenyataan
yang dapat kita lihat bahwa banyak di daerah-daerah pinggiran yang tidak
memiliki sarana pendidikan yang memadai. Dengan terbengkalainya program wajib
belajar dua belas tahun mengakibatkan anak-anak Indonesia masih banyak yang
putus sekolah sebelum mereka menyelesaikan wajib belajar dua belas tahun. Dengan kondisi tersebut, bila tidak
ada perubahan kebijakan yang signifikan, sulit bagi bangsa ini keluar dari masalah-masalah
pendidikan yang ada, apalagi bertahan pada kompetisi di era global.
Masalah yang terdapat dalam dunia
pendidikan Indonesia :
v Pendidikan menciptakan persaingan kerja
dalam bidang Industri dan teknologi
Pendidikan, khususnya di Indonesia, menghasilkan “manusia
robot”. Kami katakan demikian karena pendidikan yang diberikan ternyata berat
sebelah, dengan kata lain tidak seimbang. Pendidikan ternyata mengorbankan
keutuhan, kurang seimbang antara belajar yang berpikir (kognitif) dan perilaku
belajar yang merasa (afektif). Jadi unsur integrasi cenderung semakin hilang,
yang terjadi adalah disintegrasi. Padahal belajar tidak hanya berfikir. Sebab
ketika orang sedang belajar, maka orang yang sedang belajar tersebut melakukan
berbagai macam kegiatan, seperti mengamati, membandingkan, meragukan, menyukai,
semangat dan sebagainya.
Hal yang sering disinyalir ialah pendidikan seringkali
dipraktekkan sebagai sederetan instruksi dari guru kepada murid. Apalagi dengan
istilah yang sekarang sering digembar-gemborkan sebagai “pendidikan yang
menciptakan manusia siap pakai. Dan “siap pakai” di sini berarti menghasilkan
tenaga-tenaga yang dibutuhkan dalam pengembangan dan persaingan bidang industri
dan teknologi. Memperhatikan secara kritis hal tersebut, akan nampak bahwa
dalam hal ini manusia dipandang sama seperti bahan atau komponen pendukung
industri. Itu berarti, lembaga pendidikan diharapkan mampu menjadi lembaga
produksi sebagai penghasil bahan atau komponen dengan kualitas tertentu yang
dituntut pasar. Kenyataan ini nampaknya justru disambut dengan antusias oleh
banyak lembaga pendidikan.
·
Sistem
Pendidikan dengan melihat hasil
Sistem pendidikan yang top-down (dari atas ke bawah) atau
kalau menggunakan istilah Paulo Freire (seorang tokoh pendidik dari Amerika
Latin) adalah pendidikan gaya bank. Sistem pendidikan ini sangat tidak
membebaskan karena para peserta didik (murid) dianggap manusia-manusia yang
tidak tahu apa-apa. Guru sebagai pemberi mengarahkan kepada murid-murid untuk
menghafal secara mekanis apa isi pelajaran yang diceritakan. Guru sebagai
pengisi dan murid sebagai yang diisi. Otak murid dipandang sebagai safe deposit box, dimana pengetahuan
dari guru ditransfer kedalam otak murid dan bila sewaktu-waktu diperlukan,
pengetahuan tersebut tinggal diambil saja. Murid hanya menampung apa saja yang
disampaikan guru.
Jadi hubungannya adalah guru sebagai subyek dan murid
sebagai obyek. Model pendidikan ini tidak membebaskan karena sangat menindas
para murid. Freire mengatakan bahwa dalam pendidikan gaya bank pengetahuan
merupakan sebuah anugerah yang dihibahkan oleh mereka yang menganggap dirinya
berpengetahuan kepada mereka yang dianggap tidak mempunyai pengetahuan apa-apa.
·
Model
Pendidikan dengan kebutuhan zaman
Model pendidikan yang dihasilkan hanya siap untuk
memenuhi kebutuhan zaman dan bukannya bersikap kritis terhadap zamannya.
Manusia sebagai objek (yang adalah wujud dari dehumanisasi) merupakan fenomena
yang justru bertolak belakang dengan visi humanisasi, menyebabkan manusia
tercerabut dari akar-akar budayanya (seperti di dunia Timur/Asia). Oleh karena
itu strategi pendidikan di Indonesia harus terlebur dalam “strategi kebudayaan
Asia”, sebab Asia kini telah berkembang sebagai salah satu kawasan penentu yang
strategis dalam bidang ekonomi, sosial, budaya bahkan politik internasional.
§ Kualitas Pendidikan di Indonesia
Ada dua faktor yang mempengaruhi kualitas pendidikan,
khususnya di Indonesia yaitu:
·
Faktor internal, meliputi jajaran dunia
pendidikan baik itu Departemen Pendidikan Nasional, Dinas Pendidikan daerah,
dan juga sekolah yang berada di garis depan.Dalam hal ini,interfensi dari
pihak-pihak yang terkait sangatlah dibutuhkan agar pendidikan senantiasa selalu
terjaga dengan baik.
·
Faktor eksternal, adalah masyarakat pada
umumnya.Dimana,masyarakat merupakan ikon pendidikan dan merupakan tujuan dari
adanya pendidikan yaitu sebagai objek dari pendidikan.
v Banyak faktor-faktor yang menyebabkan
kualitas pendidikan di Indonesia semakin terpuruk. Faktor-faktor tersebut yaitu
:
a) Rendahnya
Kualitas Sarana Fisik
Untuk
sarana fisik misalnya, banyak sekali sekolah dan perguruan tinggi kita yang
gedungnya rusak, kepemilikan dan penggunaan media belajar rendah, buku
perpustakaan tidak lengkap. Sementara laboratorium tidak standar, pemakaian
teknologi informasi tidak memadai dan sebagainya. Bahkan masih banyak sekolah
yang tidak memiliki gedung sendiri, tidak memiliki perpustakaan, tidak memiliki
laboratorium dan sebagainya.
b) Rendahnya
Kualitas Guru
Keadaan
guru di Indonesia juga amat memprihatinkan. Kebanyakan guru belum memiliki
profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut
dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan
pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan
pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
Kendati
secara kuantitas jumlah guru di Indonesia cukup memadai, namun secara kualitas
mutu guru di negara ini, pada umumnya masih rendah. Secara umum, para guru di
Indonesia kurang bisa memerankan fungsinya dengan optimal, karena pemerintah
masih kurang memperhatikan mereka, khususnya dalam upaya meningkatkan
profesionalismenya. Secara kuantitatif, sebenarnya jumlah guru di Indonesia
relatif tidak terlalu buruk. Apabila dilihat ratio guru dengan siswa,
angka-angkanya cukup bagus yakni di SD 1:22, SLTP 1:16, dan SMU/SMK 1:12.
Meskipun demikian, dalam hal distribusi guru ternyata banyak mengandung
kelemahan yakni pada satu sisi ada daerah atau sekolah yang kelebihan jumlah
guru, dan di sisi lain ada daerah atau sekolah yang kekurangan guru. Dalam
banyak kasus, ada SD yang jumlah gurunya hanya tiga hingga empat orang,
sehingga mereka harus mengajar kelas secara paralel dan simultan.
Bila
diukur dari persyaratan akademis, baik menyangkut pendidikan minimal maupun
kesesuaian bidang studi dengan pelajaran yang harus diberikan kepada anak
didik, ternyata banyak guru yang tidak memenuhi kualitas mengajar (under quality).
Hal
itu dapat dibuktikan dengan masih banyaknya guru yang belum sarjana, namun
mengajar di SMU/SMK, serta banyak guru yang mengajar tidak sesuai dengan
disiplin ilmu yang mereka miliki. Keadaan seperti ini menimpa lebih dari
separoh guru di Indonesia, baik di SD, SLTP dan SMU/SMK. Artinya lebih dari 50 persen
guru SD, SLTP dan SMU/SMK di Indonesia sebenarnya tidak memenuhi kelayakan
mengajar. Dengan kondisi dan situasi seperti itu, diharapkan pendidikan yang
berlangsung di sekolah harus secara seimbang dapat mencerdaskan kehidupan anak
dan harus menanamkan budi pekerti kepada anak didik. “Sangat kurang tepat bila
sekolah hanya mengembangkan kecerdasan anak didik, namun mengabaikan penanaman
budi pekerti kepada para siswanya.
Walaupun
guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan
tetapi, pengajaran merupakan titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai
cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas
pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Kualitas guru dan pengajar yang
rendah juga dipengaruhi oleh masih rendahnya tingkat kesejahteraan guru.
c) Rendahnya
Kesejahteraan Guru
Rendahnya
kesejahteraan guru mempunyai peran dalam membuat rendahnya kualitas pendidikan
Indonesia. Dengan pendapatan yang rendah, terang saja banyak guru terpaksa
melakukan pekerjaan sampingan. Ada yang mengajar lagi di sekolah lain, memberi
les pada sore hari, menjadi tukang ojek, pedagang mie rebus, pedagang buku/LKS,
pedagang pulsa ponsel, dan sebagainya.
Dengan
adanya UU Guru dan Dosen, barangkali kesejahteraan guru dan dosen (PNS) agak
lumayan. Pasal 10 UU itu sudah memberikan jaminan kelayakan hidup. Di dalam
pasal itu disebutkan guru dan dosen akan mendapat penghasilan yang pantas dan
memadai, antara lain meliputi gaji pokok, tunjangan yang melekat pada gaji,
tunjangan profesi, dan/atau tunjangan khusus serta penghasilan lain yang
berkaitan dengan tugasnya. Mereka yang diangkat pemkot/pemkab bagi daerah
khusus juga berhak atas rumah dinas.
Tapi,
kesenjangan kesejahteraan guru swasta dan negeri menjadi masalah lain yang
muncul. Di lingkungan pendidikan swasta, masalah kesejahteraan masih sulit
mencapai taraf ideal. Diberitakan Pikiran Rakyat 9 Januari 2006, sebanyak 70
persen dari 403 PTS di Jawa Barat dan Banten tidak sanggup untuk menyesuaikan
kesejahteraan dosen sesuai dengan amanat UU Guru dan Dosen.
d) Rendahnya
Prestasi Siswa
Dengan
keadaan yang demikian itu (rendahnya sarana fisik, kualitas guru, dan
kesejahteraan guru) pencapaian prestasi siswa pun menjadi tidak memuaskan.
Sebagai misal pencapaian prestasi fisika dan matematika siswa Indonesia di
dunia internasional sangat rendah. Menurut Trends in Mathematic and Science
Study (TIMSS) 2003 (2004), siswa Indonesia hanya berada di ranking ke-35 dari
44 negara dalam hal prestasi matematika dan di ranking ke-37 dari 44 negara
dalam hal prestasi sains. Dalam hal ini prestasi siswa kita jauh di bawah siswa
Malaysia dan Singapura sebagai negara tetangga yang terdekat.
Dalam
hal prestasi, 15 September 2004 lalu United Nations for Development Programme
(UNDP) juga telah mengumumkan hasil studi tentang kualitas manusia secara
serentak di seluruh dunia melalui laporannya yang berjudul Human Development
Report 2004. Di dalam laporan tahunan ini Indonesia hanya menduduki posisi
ke-111 dari 177 negara. Apabila dibanding dengan negara-negara tetangga saja,
posisi Indonesia berada jauh di bawahnya.
Dalam
skala internasional, menurut Laporan Bank Dunia (Greaney,1992), studi IEA
(Internasional Association for the Evaluation of Educational Achievement) di
Asia Timur menunjukan bahwa keterampilan membaca siswa kelas IV SD berada pada
peringkat terendah. Rata-rata skor tes membaca untuk siswa SD: 75,5 (Hongkong),
74,0 (Singapura), 65,1 (Thailand), 52,6 (Filipina), dan 51,7 (Indonesia).
Anak-anak
Indonesia ternyata hanya mampu menguasai 30% dari materi bacaan dan ternyata
mereka sulit sekali menjawab soal-soal berbentuk uraian yang memerlukan
penalaran. Hal ini mungkin karena mereka sangat terbiasa menghafal dan mengerjakan
soal pilihan ganda.
Selain
itu, hasil studi The Third International Mathematic and Science
Study-Repeat-TIMSS-R, 1999 (IEA, 1999) memperlihatkan bahwa, diantara 38 negara
peserta, prestasi siswa SLTP kelas 2 Indonesia berada pada urutan ke-32 untuk
IPA, ke-34 untuk Matematika. Dalam dunia pendidikan tinggi menurut majalah Asia
Week dari 77 universitas yang disurvai di asia pasifik ternyata 4 universitas
terbaik di Indonesia hanya mampu menempati peringkat ke-61, ke-68, ke-73 dan
ke-75.
Kesimpulan
BalasHapusSuatu pendidikan dipandang bermutu, diukur dari kedudukannya untuk ikut mencerdaskan kehidupan bangsa dan memajukan kebudayaan nasional adalah pendidikan yang berhasil membentuk generasi muda yang cerdas, berkarakter, bermoral dan berkepribadian. Untuk itu perlu dirancang suatu sistem pendidikan yang mampu menciptakan suasana dan proses pembelajaran yang menyenangkan, merangsang dan menantang peserta didik untuk mengembangkan diri secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya. Memberikan kesempatan kepada setiap peserta didik berkembang secara optimal sesuai dengan bakat dan kemampuannya adalah salah satu prinsip pendidikan demokratis.
Upaya pada tujuan pendidikan nasional dikatakan salah satu tempat dasar dan tjuan pendidikan nasional,karna dasar dan tujuan pendidikan juga seharusnya berimplikasi pada azas – azas pengelolaan dan pelaksanaan pendidikan nasional, sehingga dapat kembali menjadi persoalan jiwa atau semangat yang terkandung dalam tujuan pendidikan