Masa Muda
Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie
Karena pola pikirnya tersebut, maka saya menganggap beliau sebagai bapak
teknologi Indonesia, terlepaskan seberapa besar kesuksesan industri strategis
ala Habibie. Karena kita tahu bahwa pada tahun 1992, IMF menginstruksikan
kepada Soeharto agar tidak memberikan dana operasi kepada IPTN, sehingga pada
saat itu IPTN mulai memasuki kondisi kritis. Hal ini dikarenakan rencana
Habibie membuat satelit sendiri (catatan : tahun 1970-an Indonesia merupakan
negara terbesar ke-2 pemakaian satelit), pesawat sendiri, serta peralatan
militer sendiri. Hal ini didukung dengan 40 0rang tenaga ahli Indonesia yang
memiliki pengalaman kerja di perusahaan pembuat satelit Hughes Amerika akan
ditarik pulang ke Indonesia untuk mengembangkan industri teknologi tinggi di
Indonesia. Jika hal ini terwujud, maka ini akan mengancam industri teknologi
Amerika (mengurangi pangsa pasar) sekaligus kekhawatiran kemampuan teknologi
tinggi dan militer Indonesia.
sumber :
http://septianreyes.wordpress.com
http://antarapos.com
the true life of habibie (karya A. makmur makka)
Prof. DR (HC). Ing. Dr. Sc. Mult.
Bacharuddin Jusuf Habibie atau dikenal sebagai BJ Habibie (73 tahun) merupakan
pria Pare-Pare (Sulawesi Selatan) kelahiran 25 Juni 1936. Habibie menjadi
Presiden ke-3 Indonesia selama 1.4 tahun dan 2 bulan menjadi Wakil Presiden RI
ke-7. Habibie merupakan “blaster” antara orang Jawa [ibunya] dengan orang
Makasar/Pare-Pare [ayahnya].
Dimasa kecil, Habibie
telah menunjukkan kecerdasan dan semangat tinggi pada ilmu pengetahuan dan
teknologi khususnya Fisika. Selama enam bulan, ia kuliah di Teknik Mesin Institut
Teknologi Bandung (ITB),
dan dilanjutkan ke Rhenisch Wesfalische Tehnische Hochscule – Jerman pada 1955.
Dengan dibiayai oleh ibunya, R.A. Tuti Marini Puspowardoyo, Habibie muda
menghabiskan 10 tahun untuk menyelesaikan studi S-1 hingga S-3 di
Aachen-Jerman.
Berbeda dengan rata-rata mahasiswa Indonesia
yang mendapat beasiswa di luar negeri, kuliah Habibie (terutama S-1 dan S-2)
dibiayai langsung oleh Ibunya yang melakukan usaha catering dan indekost di
Bandung setelah ditinggal pergi suaminya (ayah Habibie). Habibie mengeluti
bidang Desain dan Konstruksi Pesawat di Fakultas Teknik Mesin. Selama lima
tahun studi di Jerman akhirnya Habibie memperoleh gelar Dilpom-Ingenenieur atau
diploma teknik (catatan :
diploma teknik di Jerman umumnya disetarakan dengan gelar Master/S2 di negara
lain)dengan predikat summa cum laude.
Pak Habibie melanjutkan program doktoral
setelah menikahi teman SMA-nya, Ibu Hasri Ainun Besari pada tahun 1962. Bersama
dengan istrinya tinggal di Jerman, Habibie harus bekerja untuk membiayai biaya
kuliah sekaligus biaya rumah tangganya. Habibie mendalami bidang Desain dan
Konstruksi Pesawat Terbang. Tahun 1965, Habibie menyelesaikan studi S-3 nya dan
mendapat gelar Doktor Ingenieur (Doktor Teknik) dengan indeks prestasi summa
cum laude.
Karir di Industri
Selama menjadi mahasiswa tingkat doktoral, BJ
Habibie sudah mulai bekerja untuk menghidupi keluarganya dan biaya studinya.
Setelah lulus, BJ Habibie bekerja di Messerschmitt-Bölkow-Blohm atau MBB
Hamburg (1965-1969 sebagai Kepala Penelitian dan Pengembangan pada Analisis
Struktrur Pesawat Terbang, dan kemudian menjabat Kepala Divisi Metode dan
Teknologi pada industri pesawat terbang komersial dan militer di MBB
(1969-1973). Atas kinerja dan kebriliannya, 4 tahun kemudian, ia dipercaya
sebagai Vice President sekaligus Direktur
Teknologi di MBB periode 1973-1978 serta menjadi Penasihast Senior bidang
teknologi untuk Dewan Direktur MBB (1978 ). Dialah menjadi satu-satunya orang
Asia yang berhasil menduduki jabatan nomor dua di perusahaan pesawat terbang
Jerman ini.
Sebelum memasuki usia 40 tahun, karir Habibie
sudah sangat cemerlang, terutama dalam desain dan konstruksi pesawat terbang.
Habibie menjadi “permata” di negeri Jerman dan iapun mendapat “kedudukan
terhormat”, baik secara materi maupun intelektualitas oleh orang Jerman. Selama
bekerja di MBB Jerman, Habibie menyumbang berbagai hasil penelitian dan
sejumlah teori untuk ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang Thermodinamika,
Konstruksi dan Aerodinamika. Beberapa rumusan teorinya dikenal dalam dunia pesawat
terbang seperti “Habibie
Factor“, “Habibie
Theorem” dan “Habibie
Method“.
Kembali ke Indonesia
Pada tahun 1968, BJ Habibie telah mengundang
sejumlah insinyur untuk bekerja di industri pesawat terbang Jerman.
Sekitar 40 insinyur Indonesia akhirnya dapat bekerja di MBB atas rekomendasi
Pak Habibie. Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan skill dan pengalaman (SDM)
insinyur Indonesia untuk suatu saat bisa kembali ke Indonesia dan membuat
produk industri dirgantara (dan kemudian maritim dan darat). Dan ketika (Alm)
Presiden Soeharto mengirim Ibnu Sutowo ke Jerman untuk menemui seraya membujuk
Habibie pulang ke Indonesia, BJ Habibie langsung bersedia dan melepaskan
jabatan, posisi dan prestise tinggi di Jerman. Hal ini dilakukan BJ Habibie
demi memberi sumbangsih ilmu dan teknologi pada bangsa ini. Pada 1974 di usia
38 tahun, BJ Habibie pulang ke tanah air. Iapun diangkat menjadi
penasihat pemerintah (langsung
dibawah Presiden) di bidang teknologi pesawat terbang dan teknologi
tinggi hingga tahun 1978. Meskipun demikian dari tahun 1974-1978, Habibie masih
sering pulang pergi ke Jerman karena masih menjabat sebagai Vice Presiden dan
Direktur Teknologi di MBB.
Habibie mulai
benar-benar fokus setelah ia melepaskan jabatan tingginya di Perusahaan Pesawat
Jerman MBB pada 1978. Dan sejak itu, dari tahun 1978 hingga 1997, ia
diangkat menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi(Menristek)
sekaligus merangkap sebagai Ketua Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT). Disamping itu
Habibie juga diangkat sebagai Ketua Dewan Riset Nasional dan berbagai jabatan
lainnya
Pesawat CN-235 karya IPTN milik AU
Spanyol
Ketika menjadi
Menristek, Habibie mengimplementasikan visinya
yakni membawa Indonesia menjadi negara industri berteknologi tinggi. Ia
mendorong adanya lompatan dalam strategi pembangunan yakni melompat dari
agraris langsung menuju negara industri maju. Visinya yang langsung membawa
Indonesia menjadi negara Industri mendapat pertentangan dari berbagai pihak,
baik dalam maupun luar negeri yang menghendaki pembangunan secara bertahap yang
dimulai dari fokus investasi di bidang pertanian. Namun, Habibie memiliki
keyakinan kokoh akan visinya, dan ada satu “quote” yang terkenal dari Habibie yakni
:
“I have some figures which compare the
cost of one kilo of airplane compared to one kilo of rice. One kilo of airplane
costs thirty thousand US dollars and one kilo of rice is seven cents. And if
you want to pay for your one kilo of high-tech products with a kilo of rice, I
don’t think we have enough.” (Sumber : BBC: BJ Habibie Profile -1998.)
Kalimat diatas merupakan senjata Habibie
untuk berdebat dengan lawan politiknya. Habibie ingin menjelaskan mengapa
industri berteknologi itu sangat penting. Dan ia membandingkan harga produk
dari industri high-tech (teknologi tinggi) dengan hasil pertanian. Ia
menunjukkan data bahwa harga 1 kg pesawat terbang adalah USD 30.000 dan 1 kg
beras adalah 7 sen (USD 0,07). Artinya 1 kg pesawat terbang hampir setara
dengan 450 ton beras. Jadi dengan membuat 1 buah pesawat dengan massa 10 ton,
maka akan diperoleh beras 4,5 juta ton beras.
Pola pikir Pak Habibie disambut dengan baik
oleh Pak Harto.Pres. Soeharto pun bersedia menggangarkan dana ekstra dari APBN
untuk pengembangan proyek teknologi Habibie. Dan pada tahun 1989, Suharto
memberikan “kekuasan” lebih pada Habibie dengan memberikan kepercayaan Habibie
untuk memimpin industri-industri strategis seperti Pindad, PAL, dan PT IPTN.
Habibie menjadi RI-1
Secara materi, Habibie sudah sangat mapan
ketika ia bekerja di perusahaan MBB Jerman. Selain mapan, Habibie memiliki
jabatan yang sangat strategis yakni Vice President sekaligus Senior
Advicer di
perusahaan high-techJerman. Sehingga
Habibie terjun ke pemerintahan bukan karena mencari uang ataupun kekuasaan
semata, tapi lebih pada perasaan “terima kasih” kepada negara dan bangsa
Indonesia dan juga kepada kedua orang tuanya. Sikap serupa pun ditunjukkan oleh Kwik
Kian Gie, yakni setelah menjadi orang kaya dan makmur dahulu, lalu
Kwik pensiun dari bisnisnya dan baru terjun ke dunia politik. Bukan sebaliknya,
yang banyak dilakukan oleh para politisi saat ini yang menjadi politisi
demi mencari kekayaan/popularitas sehingga tidak heran praktik korupsi
menjamur.
Tiga tahun setelah kepulangan ke Indonesia,
Habibie (usia 41 tahun) mendapat gelar Profesor Teknik dari ITB. Selama 20
tahun menjadi Menristek, akhirnya pada tanggal 11 Maret 1998, Habibie terpilih
sebagai Wakil Presiden RI ke-7 melalui Sidang Umum MPR. Di masa itulah krisis
ekonomi (krismon) melanda kawasan Asia termasuk Indonesia. Nilai tukar rupiah
terjun bebas dari Rp 2.000 per dolar AS menjadi Rp 12.000-an per dolar. Utang
luar negeri jatuh tempo sehinga membengkak akibat depresiasi rupiah. Hal
ini diperbarah oleh perbankan swasta yang mengalami kesulitan likuiditas.
Inflasi meroket diatas 50%, dan pengangguran mulai terjadi dimana-mana.
Pada saat bersamaan, kebencian masyarakat
memuncak dengan sistem orde baru yang sarat Korupsi, Kolusi, Nepotisme yang
dilakukan oleh kroni-kroni Soeharto (pejabat, politisi, konglomerat). Selain
KKN, pemerintahan Soeharto tergolong otoriter, yang menangkap aktivis dan
mahasiswa vokal.
Dipicu penembakan 4 orang mahasiswa (Tragedi Trisakti) pada 12 Mei 1998, meletuslah kemarahan
masyarakat terutama kalangan aktivis dan mahasiswa pada pemerintah Orba.
Pergerakan mahasiswa, aktivis, dan segenap masyarakat pada 12-14 Mei 1998
menjadi momentum pergantian rezim Orde Baru pimpinan Pak Hato. Dan pada 21 Mei
1998, Presiden Soeharto terpaksa mundur dari jabatan Presiden yang dipegangnya
selama lebih kurang 32 tahun. Selama 32 tahun itulah, pemerintahan otoriter dan
sarat KKN tumbuh sumbur. Selama 32 tahun itu pula, banyak kebenaran yang
dibungkam. Mulai dari pergantian Pemerintah Soekarno (dan pengasingan Pres
Soekarno), G30S-PKI, Supersemar, hingga dugaan konspirasi Soeharto dengan pihak
Amerika dan sekutunya yang mengeruk sumber kekayaan alam oleh kaum-kaum
kapitalis dibawah bendera korpotokrasi (termasuk CIA, Bank Duni, IMF dan
konglomerasi).
Soeharto mundur, maka Wakilnya yakni BJ
Habibie pun diangkat menjadi Presiden RI ke-3 berdasarkan pasal 8 UUD 1945.
Namun, masa jabatannya sebagai presiden hanya bertahan selama 512 hari. Meski
sangat singkat, kepemimpinan Presiden Habibie mampu membawa bangsa Indonesia
dari jurang kehancuran akibat krisis. Presiden Habibie berhasil memimpin negara
keluar dari dalam keadaan ultra-krisis, melaksanankan transisi dari negara
otorian menjadi demokrasi. Sukses melaksanakan pemilu 1999 dengan multi parti
(48 partai), sukses membawa perubahan signifikn pada stabilitas, demokratisasi
dan reformasi di Indonesia.
Habibie merupakan presiden RI pertama yang
menerima banyak penghargaan terutama di bidang IPTEK baik dari dalam negeri
maupun luar negeri. Jasa-jasanya dalam bidang teknologi pesawat terbang
mengantarkan beliau mendapat gelar Doktor Kehormatan (Doctor
of Honoris Causa) dari berbagaai Universitas terkemuka dunia, antara
lain Cranfield Institute of Technology dan Chungbuk University.
Catatan-Catatan Istimewa BJ Habibie
Habibie Bertemu
Soeharto
“Laksanakan saja tugasmu dengan baik,
saya doakan agar Habibie selalu dilindungi Allah SWT dalam melaksanakan tugas.
Kita nanti bertemu secara bathin saja“, lanjut Pak Harto menolak
bertemu dengan Habibie pada pembicaraan via telepon pada 9 Juni 1998.
(Habibie : Detik-Detik
yang Menentukan. Halaman 293)
Salah satu pertanyaan umum dan masih banyak
orang tidak mengetahui adalah bagaimana Habibie yang tinggal di Pulau Celebes
bisa bertemu dan akrab dengan Soeharto yang menghabiskan hampir seluruh
hidupnya di Pulau Jawa?
Pertemuan pertama kali Habibie dengan
Soeharto terjadi pada tahun 1950 ketika Habibie berumur 14 tahun. Pada saat
itu, Soeharto (Letnan Kolonel) datang ke Makasar dalam rangka memerangi
pemberontakan/separatis di Indonesia Timur pada masa pemerintah Soekarno.
Letkol Soeharto tinggal berseberangan dengan rumah keluarga Alwi Abdul Jalil
Habibie. Karena ibunda Habibie merupakan orang Jawa, maka Soeharto pun (orang
Jawa) diterima sangat baik oleh keluarga Habibie. Bahkan, Soeharto turut
hadir ketika ayahanda Habibie meninggal. Selain itu, Soeharto pun menjadi “mak
comblang” pernikahan adik Habibie dengan anak buah (prajurit) Letkol Soeharto.
Kedekatan Soeharto-Habibie terus berlanjut meskipun Soeharto telah kembali ke
Pulau Jawa setelah berhasil memberantas pemberontakan di Indonesia Timur.
Setelah Habibie menyelesaikan studi (sekitar
10 tahun) dan bekerja selama hampir selama 9 tahun (total 19 tahun di Jerman),
akhirnya Habibie dipanggil pulang ke tanah air oleh Pak Harto. Meskipun
ia tidak mendapat beasiswa studi ke Jerman dari pemerintah, pak Habibie tetap
bersedia pulang untuk mengabdi kepada negara, terlebih permintaan tersebut
berasal dari Pak Harto yang notabene adalah ‘seorang guru’ bagi Habibie.
Habibie pun memutuskan kembali ke Indonesia untuk memberi ilmu kepada rakyat
Indonesia, kembali untuk membangun industri teknologi tinggi di nusantara.
Bersama Ibnu Sutowo, Habibie kembali ke
Indonesia dan bertemu dengan Presiden Soeharto pada tanggal 28 Januari 1974.
Habibie mengusulkan beberapa gagasan pembangunan seperti berikut:
§ Gagasan pembangunan
industri pesawat terbang nusantara sebagai ujung tombak industri strategis
§ Gagasan pembentukan
Pusat Penelitan dan Pengembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspitek)
§ Gagasan mengenai Badan
Pengkajian dan Penerapan Ilmu Teknologi (BPPT)
Gagasan-gagasan awal Habibie menjadi masukan
bagi Soeharto, dan mulai terwujud ketika Habibie menjabat sebagai Menristek
periode 1978-1998.
Namun, dimasa tuanya, hubungan
Habibie-Soeharto tampaknya retak. Hal ini dikarenakan berbagai kebijakan
Habibie yang disinyalir “mempermalukan” Pak Harto. Pemecatan Letjen (Purn)
Prabowo Subianto dari jabatan Kostrad karena memobilisasi pasukan kostrad
menuju Jakarta (Istana dan Kuningan) tanpa koordinasi atasan merupakan salah
satu kebijakan yang ‘menyakitkan’ pak Harto. Padahal Prabowo merupakan menantu
kesayangan Pak Harto yang telah dididik dan dibina menjadi penerus Soeharto.
Pemeriksaan Tommy Soeharto sebagai tersangka korupsi turut membuat Pak Harto
‘gerah’ dengan kebijakan pemerintahan BJ Habibe, terlebih dalam beberapa kali
kesempatan di media massa, BJ Habibie memberi lampu hijau untuk
memeriksa Pak Harto. Padahal Tommy Soeharto merupakan putra “emas’ Pak Harto.
Dan sekian banyak kebijakan berlawanan dengan pemerintah Soeharto dibidang
pers, politik, hukum hingga pembebasan tanpa syarat tahanan politik Soeharto
seperti Sri Bintang Pamungkas dan Mukhtar Pakpahan.
Habibie : Bapak
Teknologi Indonesia*
Pemikiran-pemikiran Habibie yang “high-tech”
mendapat “hati” pak Harto. Bisa dikatakan bahwa Soeharto mengagumi pemikiran
Habibie, sehingga pemikirannya dengan mudah disetujui pak Harto. Pak Harto pun
setuju menganggarkan “dana ekstra” untuk mengembangkan ide Habibie. Kemudahan akses
serta kedekatan Soeharto-Habibie dianggap oleh berbagai pihak sebagai bentuk
kolusi Habibie-Soeharto. Apalagi, beberapa pihak tidak setuju dengan pola pikir
Habibie mengingat pemerintah Soeharto mau menghabiskan dana yang besar untuk
pengembangan industri-industri teknologi tinggi seperti saran Habibie.
Tanggal 26 April 1976, Habibie mendirikan PT.
Industri Pesawat Terbang Nurtanio dan menjadi industri pesawat terbang
pertama di Kawasan Asia Tenggara (catatan
: Nurtanio meruapakan Bapak Perintis Industri Pesawat Indonesia).
Industri Pesawat Terbang Nurtanio kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pada 11 Oktober 1985, kemudian
direkstrurisasi, menjadi Dirgantara Indonesia (PT DI) pada Agustuts 2000.
Perlakuan istimewapun dialami oleh industri strategis lainnya seperti PT PAL
dan PT PINDAD.
Sejak pendirian industri-industri statregis
negara, tiap tahun pemerintah Soeharto menganggarkan dana APBN yang relatif
besar untuk mengembangkan industri teknologi tinggi. Dan anggaran dengan
angka yang sangat besar dikeluarkan sejak 1989 dimana Habibie memimpin
industri-industri strategis. Namun, Habibie memiliki alasan logis yakni untuk
memulai industri berteknologi tinggi, tentu membutuhkan investasi yang besar
dengan jangka waktu yang lama. Hasilnya tidak mungkin dirasakan langsung. Tanam
pohon durian saja butuh 10 tahun untuk memanen, apalagi industri teknologi
tinggi. Oleh karena itu, selama bertahun-tahun industri strategis
ala Habibie masih belum menunjukan hasil dan akibatnya negara terus membiayai
biaya operasi industri-industri strategis yang cukup besar.
Industri-industri strategis ala Habibie
(IPTN, Pindad, PAL) pada akhirnya memberikan hasil seperti pesawat terbang,
helikopter, senjata, kemampuan pelatihan dan jasa pemeliharaan (maintenance
service) untuk mesin-mesin pesawat, amunisi, kapal, tank, panser, senapan
kaliber, water canon, kendaraan RPP-M, kendaraan combat dan masih banyak
lagi baik untuk keperluan sipil maupun militer.
Untuk skala internasional, BJ Habibie
terlibat dalam berbagai proyek desain dan konstruksi pesawat terbang seperti
Fokker F 28, Transall C-130 (militer transport), Hansa Jet 320 (jet eksekutif),
Air Bus A-300, pesawat transport DO-31 (pesawat dangn teknologi mendarat dan
lepas landas secara vertikal), CN-235, dan CN-250 (pesawat dengan teknologi
fly-by-wire). Selain itu, Habibie secara tidak langsung ikut terlibat dalam
proyek perhitungan dan desain Helikopter Jenis BO-105, pesawat tempur multi
function, beberapa peluru kendali dan satelit.
sumber :
http://septianreyes.wordpress.com
http://antarapos.com
the true life of habibie (karya A. makmur makka)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar